Jumat, 30 Desember 2016

Budaya Akankah Tinggal Cerita ?

Sebagai makhluk yang diberkati intelektual, manusia adalah pemeran utama dalam kehidupan ini. Segala bidang membentuk suatu sistem di dalamnya. Melalui waktu, kehidupan dapat berubah. Entah itu bentuk, nilai, atau kualitasnya. Semua berpusat pada manusia, si pelaku sejarah. Indonesia adalah suatu bangsa yang utuh dan bersatu sejak zaman purbakala dan bahwa keutuhan sejarahnya hanya terganggu oleh intervensi kolonial. Tetapi ketika kolonialisme telah mulai secara intelektual diartikan sebagai penghinaan atas harkat diri dan sebagai penghisap kekayaan tanah air, maka ketika itu pula pergerakan rakyat mulai memvisualisasikan kehadiran adanya sebuah “bangsa”, yang melampaui ikatan lokalitas dan etnis. (Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 12 No. 2 Tahun 2010).
Kondisi Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan berbagai suku bangsa yang memiliki keragaman pola pikir, seni, agama, pengetahuan, bahasa serta tradisi budaya local dengan karakteristik yang unik dan berbeda. (Jurnal Ilmiah WIDYA, Volume 1 No. 1 Mei-Juni 2013). Daerah perbatasan antarnegara dapat dipahami bukan sebagai batas geografis spasial semata. Namun juga dimaknai sebagai konstruksi sosio-kultural. Kelompok-kelompok social antarnegara sering saling melintas batas Negara dan menjalin interaksi sosial yang intens. Permasalahan yang dikhawatirkan akan muncul di daerah perbatasan adalah rentannya ketahanan budaya masyarakat di wilayah tersebut karena terpengaruh oleh budaya negeri jiran. (Jurnal Kebudayaan, Volume 7 No. 1 Tahun 2012).
Perencanaan ruang pada lingkungan masyarakat tradisional lebih di dasarkan pada sistem pengetahuan local tentang perencanaan yang terdiri atas sistem nilai dan konsep local, serta kepercayaan dan pengetahuan local tentang perencanaan tata ruang yang memiliki peranan dalam usaha menjaga kontinuitas dimensi kultural yang seringkali diabaikan oleh perencanaan. (Local Wisdom-Jurnal Ilmiah Online, ISSN: 2088-3784). Dari beberapa kutipan di atas, tentu kita dapat mencerna apa sebenarnya masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia?!
Pertama, kita kembali pada Indonesia ketika zaman penjajahan. Pertanyaannya, mengapa bangsa-bangsa lain menjajah negeri kita? Apa yang sebenarnya mereka cari? Yang ironinya penjajahan berlangsung selama 350 tahun lebih itu. Telah kita tahui secara gamblang, bahwasanya Indonesia merupakan sebuah Negara dengan kekayaan alam yang meruah. Kalimantan sebagai daerah penghasil intan, Sulawesi kaya akan mutiara, papua dengan pertambangan emasnya, dan banyak lagi daerah di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi Indonesia bukanlah Negara yang termasuk ke dalam 10 negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Kemanakah semua kekayaan itu perginya?! Indonesia, seolah menjadi budak bagi bangsa-bangsa asing. Mereka mengambil alih semua titik kekayaan Indonesia. Menjadikan anak bangsa sebagai pekerja, mengeruk habis bumi tempat tinggalnya sendiri tetapi bangs lainlah yang menikmati hasilnya. Sungguh ironi.
Kedua, keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan kekhasan sendiri di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Dan akan lebih bangga lagi apabila kita dapat hidup berdampingan secara damai di antara sekian banyak perbedaan itu. Namun pemikiran demikian itu tak sampai hinggap di sebagian kepala bangsa Indonesia. Dewasa ini telah kita tahu sendiri, maraknya perpecahbelahan antar suku, agama, dan budaya. Seperti contoh, konflik di Poso, Sulawesi selatan. Perperangan antar warga terdengar begitu menyedihkan.
Ketiga, mengenai daerah perbatasan. Apabila kita pasang teropong, dan mengarahkannya ke Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysa.  Akan nampak sebuah daerah lusuh bagai pakaian kotor yang terkesampingkan, tidak ikut terrawat oleh pemiliknya. Begitulah singkatnya gambaran daerah tersebut. Yang lebih miris didengar, dialek yang digunakan oleh  masyarakat daerah tersebut merupakan bahasa dan dialek yang kental akan Melayu. Keterbatasan sarana umum pun membuat mereka kewalahan apabila sedang butuh. Tetapi mereka seringkali lebih memilih pergi ke negeri jiran untuk memenuhi kebutuhan daripada ke seberang menuju Kalimantan tengah. Dengan alasan, “Lebih dekat apabila kami pergi ke Malaya daripada ke kota Kalimantan. Lagipula, di Malaya kami merasa lebih dihargai”. Apa gerangan yang terjadi?
Terakhir, mengenai perencanaan pembangunan masyarakat tradisional. Yang seringkali diberdayakan untuk kepentingan Negara semata, tanpa memandang sisi kultur dan lokalitas yang sebenarnya harus dijaga. Seperti halnya yang terjadi di kecamatan Bayah, Lebak, Banten. Di daerah tersebut sedang berjalan pembangunan pabrik semen besar beserta pembangunan lalu lintas darat dan laut. Sebenarnya pembangunan tersebut akan berdampak buruk kepada lokalitas daerah di kemudian hari. Bayah, yang istimewa akan keindahan pantainya, sebentar lagi akan terpapar polusi besar di udara dan lautnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar