Agama adalah suatu system
kepercayaan kepada tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu
mengadakan interaksi dengan-nya. Pokok persoalan yang dibahas dalam agama
adalah interaksi tuhan, manusia dan hubungan manusia dengan tuhan. Tuhan dan
hubungan manusia dengan-nya merupakan aspek metafisika, sedangkan manusia
sebagai makhluk. Dengan demikian, filsafat membahas agama dari segi metafisika
dan fisika.
Ditinjau dari segi objek
material filsafat agama objeknya berdimensi metafisik dan fisik. Sedangkan di
tinjau dari objek formalnya adalah sudut pandang yang menyeluruh, rasional,
objektif, bebas, dan radikal tentang pokok-pokok agama. Karena itu pembahasan
filsafat agama perlu di tekankan pada segi obyektivitas, kendati tidak di
nafikan sama sekali masuknya unsure subjektivitas tadi. Namun, dari pembahasan
dasar agama yang besifat umum di usahakan seobjektif mungkin.
Berfikir secara bebas
dalam membahas dasar-dasar agama data mengambil dua bentuk, yaitu :
a. Membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat pada ajaran-ajaran
dan tanpa ada tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama :
b. Membahas dasar-dasa agama secara analitis
dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran-ajaran agama, atau sekurang-kurangnya untuk
menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidak bertentangan dengan logika.
Dalam pembahasan semacam ini seseorang masih terikat pada ajaran agama.
Dengan demikian, bias
dikatakan bahwa filsafat agama pada hakikatnya adalah pembahasan yang mendalam
tentang ajaran dasar agama.
B. Pengertian filsafat agama
Menurut logika dengan
sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. Filsafat adalah
pembahasan tentang segala yang ada secara radikal, rasional, sistematis, bebas,
kritis, dan universal. Setelah diketahui pengertian filsafat dan agama, maka
definisi filsafat agama diperoleh dari gabungan keduanya, yaitu sebagai suatu
usaaha membahas tentang unsur-unsur pokok agama secara mendalam, rasional,
menyeluruh, sistematis, logis dan bebas.
C. Perbedaan pendekatan teologis dan filosofis
Teologi terdiri atas dua
kata theos yang berarti tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, teologi adalah
ilmu tentang tuhan atau ilmu ketuhanan. Pokok pembahasan teologis adalah tuhan
dan segala Sesutu yang terkait dengan-nya. Pengetahuan teologi.
Perbedaan yang terperinci antara filsafat
dengan teologi adalah sebagai berikut.
1. Filsafat meletakkan tuhan sebagai titik
akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya, sedangkan teologi memandang tuhan
sebagai titik awal pembahasannya.
2. Filsafat mendasari premisnya atas
induksi/ akal, sedangkan teologi langsung dari wahtu.
3. Filsafat menjelaskan tuhan sebagai zat
yang impersonal. Sedangkan teologi melihat tuhan sebagai zat yang personal.
4. Dalil filsafat tidak untuk mempertahankan
keyakinan agama tertentu. Filsafat bermaksud menyatakan kebenaran dasar semua
agama tau ketidak benaran dasar-dasar itu. Sedangkan teologi menerima ajaran
agama tertentu sebagai suatu kebenaran, dan bertujuan untuk mempertahankan
keyakinan agama tersebut.
Disamping
perbedaan-perbedaan diatas, filsafat dan teologi juga memiliki persamaan antar
lain adalah.
1. Filsafat daan teologi sama-sama tidak
pernah tuntas membahas ekstensi tuhaan.
2. Objek pembahasan filsafat dan teologi
sama : yaitu tentang wujud tuhan sebagai zat yang paling sempurna dan abadi.
3. Filsafat dan teologi sama-sama memberikan
argument yang rasional mengenai tuhan.
4. Filsafat dan teologi sepakaat bahwa tuhan
adalah sumber segala yang ada.
PROBLEMATIKA
EPISTEMOLOGI
A. Teori kebenaran ( korespondensi,
koherensi,pragmatism, dan hudhuri)
Matematika adalah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkaan pada teori koherensi.
Paham lain adalah kebenaran yang berdasarkan kepada teori korespondensi, yang
dipelopori oleh Bertrand Russell. Menurutnya, teori korespondensi adalah suatu
pernyatan benar jika materi pengetahuan yang dikandung oleh pernyataan itu
berkorespondensi ( hubungan / cocok). kedua teori kebenaran itu digunakan dalam
cara berfikir ilmiah.
Disamping kedua teori
tersebut, ada lagi teori yang bias dijadikan ukuran kebenaran, yaitu
pragmatism. Teori ini dicetuskan oleh Charles S. peirce dalam sebuah makalah yang
terbit pada tahun 1878 yang berjudul how to make our ideas clear.
B. Hakikat pengetahuan ( idealisme dan
realisme)
Realisme yang mempunyai
pandangan realistis terhadap alam. Dengan demikian, realisme berpendapat dapat
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan. Teori kedua
tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Ajaran idealisme menandaskaan
bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan
adalah mustahil. Kalau pada realism mempertajam perbedaan antara yang
mengetahui dan diketahui, maka idealisme adalah sebaliknya. Bagi idealisme,
dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai
hubungan, seperti organisme dengan bagian-bagiannya.
C. Sumber pengetahuan ( empirisisme,
rasionalisme, dan iluminasionisme)
Menurut empirisisme,
pengetahuan diperoleh dengan perantaara panca indra. Panca indra mendapatkan
kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan berkumpul dalam
diri manusia. Teori kedua tentang cra memperoleh pengetahuan adalah
raasionalisme. Rasionalisme berpendirian bahwa umber pengetahuan terletak pada
akal.
Immanuel kant berpendapat
bahwa untuk mendapatkan pengetahuan benar, seseorang harus membedakan empat
macam pengetahuan, yaitu analitis a priori, sintetis a priori, analitis a
posteriori dan sintetis a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan
yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau yang ada sebelum pengalaman.
Menurut kant, analitis a priori mendatangkan sesuatu yang baru kepada subjeknya
diperoleh taanpaa pengalaman. Sintetis a posteriori adaalah kebalikan dari
sintetis a priori, bahwa pengetahuan yang di peroleh mendaatangkan hl yang baru
akibat dari pengalaman.
BABIII
PENGEMBANGAN
KONSEP-KONSEP KETUHANAN
Dalam studi filsafat agama,
konsep perubahan system kepercayaan kepada yang ghaib itu sangat penting karena
salah satu pokok ajaran agama adalah mengenai adanya zat yang ghaib dan suci.
Untuk memudahkan studi ini, diuraikan secar rinci perkembangan konsep-konsep
ketuhnan dimuli dari dinamisme, animiame,politeisme, henoteisme dan akibatnya
monoteisme.
A.DINAMISME
DAN ANIMISME
Istilah dinamisme berasal dari kata
dinamo artinya kekuatan. Dinamisme
adalah paham/kepercayaan
bahwa pada benda-benda tertentu baik benda
hidup atau mati bahkan
juga benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris)
mempunyai kekuatan gaib
dan dianggap bersifat suci.
Animesme: Animisme adalah
agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang beryawa maupun tidak
bernyawa mempunyai roh. Tujuan beragama dalam Animisme adalah mengadakan
hubungan baiik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa
berusaha menyenangkan hati mereka.
B.Politeisme
Kepercayaan pada kekuatan
gaib yang meningkat menjadi kepercayaan pada roh disebut animism megalami
beberapa tahap perkembangan. Pada awalnya penganut animisme mempercayai semua
benda mempunyai roh. Kemudian dari sekian benda yng ada mempunyai roh. Ada yang
kuat sehingga menimbulkan pengaruh pada lam. Benda yang dianggap pling kuat itu
kemudian dijadikan symbol penyembahan dan peribadaatan.
C.HENOTISME
DAN MONOTHEISME
Henoteisme adalah paham tuhan nasional. Paham
yang serupa terdapat dalam perkembangan keagamaan masyarakat yahudi.
Monotheisme adalah faham
yang meyakini Tuhan itu tunggal dan personal, yang sangat ketat menjaga jarak
dengan ciptaanNya.
ALIRAN-ALIRAN
DALAM KONSEP KETUHANAN
Aliran mengenai konsep
ketuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan. Kalau
perkembangan konsep ketuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah, sedangkan
dalam aliran tentang konsep ketuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi
hubungan Tuhan dengan dunia dan makhluk-Nya.
Aliran-aliran mengenai
konsep ketuhanan juga bisa disebut dengan pandangan dunia (world view) tentang
Realitas yang tertinggi.seseorang perlu menganalisis pandangan dunia tentang
Tuhan satu persatu, agar dia bisa membedakan antara satu paham dengan paham
yang lain dan sekaligus mencari titik persamaan.
A. Teisme
Teisme berpendapat bahwa
alam diciptakan oleh Tuhan yang Maha Sempurna, sehingga antara Tuhan dan
makhluk sangat berbeda. Menurut teisme Tuhan berada di alam (immanent) dan Dia
juga jauh dari alam (transcendent). Ciri lain dari teisme menegaskan bahwa
Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. Agama-agama
besar pada dasarnya menganut paham teisme, seperti Yahudi, Kristen dan Islam.
B. Deisme
Kata deisme berasal dari
bahasa Latin deus yang berarti Tuhan. Menurut paham deisme Tuhan berada jauh di
luar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan-Nya. Ia tidak
memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan.
Peraturan-peraturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna.
C. Panteisme
Panteisme terdiri atas
tiga kata, yaitu pan, berarti seluruh, theo berarti Tuhan, dan isme, berarti
paham. Jadi pantheism atau pantesime adalah paham bahwa seluruhnya Tuhan
berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam.
Benda-benda yang dapat ditangkap dengan pancaindra adalah bagian dari Tuhan.
Manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda mati adalah bagian dari Tuhan.
D. Panenteisme
Panenteisme berpandangan
bahwa panenteisme Tuhan adalah Pengatur dari materi yang sudah ada, bekerjasama
dengan alam, tergantung pada alam, berubah menuju kesempurnaan.
Panenteisme memandang
hubungan Tuhan dan alam sama dengan pikiran berhubungan dengan tubuh. Namun
panenteisme menganggap “tubuh” (alam) Tuhan adalah satu kutub dan “akal” (yang
diluar alam)-Nya adalah kutub yang lain. Pernyataan ini bersesuaian dengan para
pemikir modern yang mengatakan bahwa daya akal tergantung pada otak, begitu
juga penganut panenteisme meyakini bahwa Tuhan tergantung pada alam dan alampun
tergantung kepada Tuhan.
BERBAGAI
BENTUK KERAGUAN DAN PENOLAKAN TERHADAP AGAMA
A. Empirisme
David Hume adalah tokoh
filsafat barat yang mengembangkan filsafat empirisisme. Menurut David Hume
manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan
adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan
(impressions) dan pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas).
David Hume menegaskan
bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau
kemestian sebab akibat. Hume menghujat argumen ontologis dan kosmologis tentang
keberadaan Tuhan dan sekaligus membatasi kemampuan akal.
B. Positivisme
Positivisme, kata asalnya
adalah “positif”, berarti yang diketahui, yang faktual dan yang positif. Segala
uraian yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena itu
metafisika ditolak. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak
dan dapat diukur.
Positivisme memandang
agama sebagai gejala peradaban manusia yang primitif. August Comte, tokoh
positivisme, membagi sejarah umat manusia ada tiga tahap, pertama, tahap
teologis, kedua, tahap metafisika, ketiga, tahap positif.
C. Materialisme
Bibit materialisme bisa
ditelusuri dari ajaran Demokritos tentang atom. Demokritos, sebagaimana para
filosof alam zaman Yunani Kuno, mengatakan bahwa alam terdiri dari atom-atom
yang tidak terbatas jumlahnya.
Ajaran demokritos ini
kemudian dikembangkan oleh Ludwig Feuerbach dan Karl Marx abad ke-19. Menurut
Feuerbach hanya alamlah yang berada, termasuk manusia. Kebahagiaan manusia bisa
dicapai di dunia ini. Oleh sebab itu, agama dan metafisika harus ditolak.
Menurut Marx, agama
adalah hasil proyeksi pikiran dan keinginan manusia. Di satu sisi agama bagi
kelas elit dijadikan alat legitimasi untuk mempertahankan ketidakadilan dan
menanamkan “moralitas” sesuai dengan kepetingan mereka. Disisi lain agama bagi
kaum buruh dianggap pelarian dari penindasan.
D. Freudianisme
Freudianisme bukan
merupakan sebuah ideologi tetapi lebih mendekati suatu paham atau aliran.
Freudianisme digunakan dalam tulisan ini untuk menunjukkan pemikiran Sigmund
Freud yang berpengaruh pada agama, terutama tinjauannya dari aspek psikologi.
AKAR
KERAGUAN TERHADAP AGAMA
A. Naturalisme
Salah satu problem yang
dihadapi oleh manusia modern, terutama para ilmuwan adalah apakah agama bisa
sejalan dengan teori-teori ilmiah? Sebab, ilmu menekankan pembahasannya pada
alam fisik, sedangkan agama padahal yang diluar fisik. Ilmu menyelidiki natur,
sedangkan agama membahas supernatur.
B. Humanisme dan Eksistensialisme
Istilah humanisme berasal
dari humanitas, yang berarti pendidikan manusia. Humanisme menegaskan bahwa
manusia adalah ukuran segala sesuatu. Kebesaran manusia harus dihidupkan
kembali, yang selama ini terkubu pada abad pertengahan.
Humanisme pada awalnya
tidak anti agama. Humanisme ingin mengurangi peranan institusi gereja dan
kerajaan yang begitu besar, sehingga manusia sebagai makhluk Tuhan kehilangan
kebebasannya.
Puncak perkembangan
humanisme adalah eksistesialisme. Eksistensialisme mengakui bahwa eksistensi
mendahului esensi (hakikat). Sebagaimana Marxisme, eksistensialisme
mengutamakan manusia sebagai individu yang bebas dan menghilangkan peranan
Tuhan dalam kehidupannya. Eksistensialisme mengutamakan kemajuan dan perbaikan.
Nietzsche salah seorang tokoh eksistensialisme dengan lantang mengatakan bahwa
Tuhan telah mati dan terkubur.
C. Problem Kejahatan
Kejahatan pada prinsipnya
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kejahatan moral dan kejahatan alam.
Kejahatan moral berasal dari manusia, sedangkan kejahatan alam berasal di luar
kemampuan manusia.
ARGUMEN-ARGUMEN
TENTANG WUJUD TUHAN
A. Argumen Ontologis
Argumen ontologis (ontos
= sesuatu yang berwujud, ontologi = teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat
yang ada). Argumen ontologis tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
argumen ini berdasarkan pada logika semata-mata.
Argumen ontologis
dipelopori oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurut tiap-tiap yang
ada di alam ini mesti ada idenya. Yang dimaksud dengan ide ialah definisi atau
konsep universal dari setiap sesuatu.
B. Argumen Kosmologis
Argumen kosmologis ini
disebut juga dengan argumen sebab akibat, yang timbul dari paham bahwa alam
adalah bersifat mungkin dan bukannya bersifat wajib dalam wujudnya. Dengan kata
lain, alam adalah akibat dan setiap akibat tentu ada sebabnya.
C. Argumen Teleologis
Alam yang teleologis
(telos berarti tujuan, teleologis berarti serba tujuan), yaitu alan yang diatur
menurut suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, alam ini dalam keseluruhannya
berevolusi dan beredar menuju suatu tujuan tertentu.
D. Argumen Moral
Argumen moral ini
dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Kant berpendapat bahwa manusia
mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang
merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk
dan menjalankan perbuatan-perbuatan yang baik.
Kant berpendapat bahwa
logika tidak dapat membawa keyakinan tentang adanya Tuhan. Oleh karena itu, ia
berpendapat bahwa perasaan yang dapat menegaskan dengan jelas bahwa Tuhan itu
ada.
Argumen moral ini dapat
disederhanakan lagi sebagai berikut. Kalau manusia merasa bahwa dalam dirinya
ada perintah mutlak untuk mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk dan
kalau perintah ini diperoleh bukan dari pengalaman tetapi telah terdapat dalam
diri manusia, maka perintah ini mesti berasal dari suatu zat yang tahu akan
baik dan buruk. Zat inilah yang disebut Tuhan.
TUHAN,
MANUSIA, DAN ESKATOLOGI
A. Tuhan sebagai Zat yang Personal dan
Impersonal
Pada prinsipnya, Tuhan
yang personal dan Tuhan yang impersonal dapat dibedakan dalam beberapa segi,
yaitu :
1. Tuhan personal menekankan pada identitas
Tuhan sebagai zat yang sempurna dan perlu disembah sebagai wujud pengabdian
makhluk kepada penciptanya. Tuhan impersonal tidak mempersoalkan identitas Tuhan, tetapi yang terpenting
adalah ide tentang Tuhan merupakan konsekuensi logis dari keberadaan wujud.
Karena itu, Tuhan impersonal disembah dan dipuja.
2. Tuhan personal berasal dari petunjuk
wahyu, sedangkan Tuhan impersonal berasal dari kesimpulan pemikiran manusia.
Karena itu, Tuhan dalam agama adalah Zat Pencipta dan sekaligus Pemelihara
alam, sedangkan dalam filsafat, Tuhan hanya sebagai Sebab Awal dan tujuan
segala wujud.
B. Kekuasaan Mutlak Tuhan dan Kebebasan
Manusia (Free Will)
Konsep pertama mengatakan
bahwa Tuhan Maha Kuasa, manusia tidak bebas berkehendak dan berbuat. Perbuatan
manusia sebenarnya adalah perbuatan Tuhan. Konsep ini dalam bahasa Arab disebut
dengan jabariah, yang berasal dari kata jabara, yang artinya terpaksa. Kata ini
kemudian menjadi paham jabariah. Dalam bahasa Inggris disebut predestination (fatalisme).
Konsep kedua, perbuatan
manusia adalah hakiki bukan kiasan. Manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat,
sedangkan Tuhan hanya berperan menciptakan sifat/daya kebebasan itu pada
manusia. Penggunaan daya kebebasan itu sendiri diserahkan kepada manusia. Paham
ini dalam istilah Arab disebut Qadariah.
C. Hidup Sesudah Mati
Kematian adalah fakta,
sedangkan hari akhirat bukan fakta, tetapi suatu keyakinan yang diperkuat oleh
argumen yang logis.
Sigmund Freud, ahli
psikoanalis, mengatakan bahwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah
kematian. Karena kematian itu tidak dapat ditolak, dia mencari perlindungan
kepada hal yang bersifat supernatural, yaitu Tuhan. Tuhan adalah imajinasi dia
sendiri yang seakan-akan dapat membantu untuk menyelesaikan misteri yang paling
ditakutinya. Jadi, menurut Freud, manusia yang percaya kepada Tuhan adalah
manusia yang lemah dan butuh perlindungan kepada zat yang lebih besar. Hal
tersebut tidak ubahnya seperti anak kecil yang masih butuh bimbingan orang tua.
Sartre, seorang tokoh
eksistensialis, yang sangat menegaskan kebebasan manusia, akhirnya ia mengakui
bahwa manusia tidak bebas lagi ketika menghadapi kematian. Bagi Sartre, maut
adalah sesuatu yang absurd. Pertama, karena kenyataan bahwa maut tidak bisa
ditunggu, melainkan hanya bisa diharapkan akan datang.
AGAMA
DAN SAINS MODERN
A. Peranan dan Tantangan Agama dalam Sains
dan Teknologi
Seiring dengan kemajuan
sains dan teknologi di Barat, nilai-nilai agama secara berangsur-angsur juga
bergeser bahkan bersebrangan dengan ilmu. Bagi sebagian kalangan ilmuwan di
Barat agama dianggap penghalang kemajuan. Mereka beranggapan, jika ingin maju,
agama tidak boleh lagi mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia,
seperti politik dan sains.
August Comte mengatakan
bahwa agama hanya cocok untuk masyarakat yang masih primitif dan terbelakang.
Sekarang menurut Comte, adalah era positivisme, yang semua kejadian dapat
diukur dan diterangkan dengan rasional. Bahkan para saintis suatu saat
berpendapat bahwa pencarian untuk menemukan “kebenaran” akan membawa suatu
kecenderungan utama untuk menyembah sains ketimbang agama.
B. Tujuan Agama dan Sains
agama berfungsi
membimbing umat manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Adapun sains dan teknologi berfungsi sebagai sarana untuk memudahkan aktivitas
manusia di sunia.
C. Agama dan Sains Modern sebagai Kebutuhan
Manusia
Dalam pandangan
positivisme atau materialisme, jika sains dan teknologi sudah maju, masyarakat
tidak membutuhkan agama lagi sebab semua kebutuhan dan keinginan mereka sudah
terpenuhi oleh sains dan teknologi. Sepintas pernyataan tersebut ada benarnya,
tetapi ketika direnungkan dalam timbul soalan.
Pada dasarnya manusia
ingin kebutuhan materinya cukup dan juga merasa puas dan bahagia dengan
kecukupan itu. Agama mengajarkan pemeluknya agar selalu bersyukur atas apa yang
diterimanya sebab Tuhan itu Maha Pemurah dan Bijaksana. Maha pemurahnya Tuhan
dapat diamati dalam struktur kebutuhan manusia.
Manusia yang terdiri atas
dua unsur, yaitu jasmani dan rohani secara otomatis kedua unsur itu memiliki
kebutuhan-kebutuhan tersendiri. Kebutuhan jasmani dipenuhi oleh sains dan
teknologi, sementara kebutuhan rohani dipenuhi oleh agama dan moralitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar